Kamis, 25 April 2013

contoh penelitian kualitatif


KEPEMIMPINAN VISIONER DALAM MENINGKATKAN KOMPETENSI PESERTA DIDIK
(Study di MI Nahdlatul Ulama Wadung Pakisaji Malang)



Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah : Metode Penelitian Pendidikan
Dosen Pengampu : Dr. Masykuri Bakri, M. Si


Disusun Oleh :
NAMA                        :   AMINATUZ ZUHRIYAH
KELAS                      :   PGMI / 4B
NPM                           :   2110140102



JURUSAN S1 PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH
 (  PGMI )
FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM MALANG
Maret 2013
BAB I
PENDAHULUAN

1.    Konteks Penelitian

            Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 3 menyebutkan bahwa Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Selanjutnya dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, pasal (1) disebutkan bahwa Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah.
Tidak kompetennya seorang guru dalam menyampaikan bahan ajar dalam proses pembelajaran secara tidak langsung berpengaruh terhadap hasil belajar. Proses pembelajaran hanya dapat dicapai dengan kompetensi yang ada dalam pribadi guru. Keterbatasan pengetahuan dalam penyampaian materi baik dalam hal penggunaan metode mengajar maupun buku penunjang pokok pembelajaran lainnya akan berpengaruh terhadap hasil belajar. Berbagai upaya dilakukan untuk meningkatkan kinerja guru yaitu melalui Forum Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP), Kelompok Kerja Guru (KKG) dan berbagai pelatihan lainnya baik dalam bidang studi masing-masing maupun hal-hal lain yang dapat meningkatkan profesional guru. Kepala sekolah pada hakikatnya adalah Guru yang di beri tugas tambahan. Kepala sekolah merupakan salah satu komponen pendidikan yang paling berperan dalam meningkatkan kualitas pendidikan. Mulyasa (2005: 24) menyatakan bahwa: “erat hubungannya antara mutu kepala sekolah dengan berbagai aspek kehidupan sekolah seperti disiplin sekolah, dan iklim sekolah”. Kepala sekolah harus mampu menciptakan suasana yang kondusif dan inovatif dalam melaksanakan kegiatan di sekolah. Hal ini sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 13 Tahun 2007 tentang Standar Kepala Sekolah/ Madrasah, disebutkan bahwa “kepala sekolah mengelola guru dan staf dalam rangka pendayagunaan sumber daya manusia secara optimal, menciptakan budaya dan iklim sekolah yang kondusif dan inovatif bagi pembelajaran”.
Kepala sekolah harus memiliki visi, misi, kreatif serta inovatif dan berorientasi pada mutu. Strategi ini merupakan usaha sistematik kepala sekolah secara terus menerus untuk memperbaiki kualitas layanan sehingga fokusnya diarahkan pada guru dan tenaga kependidikan lainnya agar lembaga kependidikan yang dipimpinnya dapat berjalan dengan baik. Sebagai pimpinan sekaligus supervisor di sekolah, peran dan tanggung jawab kepala sekolah sangat strategis dalam meningkatkan kinerja guru maupun tenaga kependidikan lainnya. Peran dan fungsi kepala sekolah dalam meningkatkan kinerja guru sangat penting. Hal ini sesuai dengan pendapat Mulyasa (2005:187) bahwa: “Kepala sekolah dituntut untuk senantiasa berusaha membina dan mengembangkan hubungan kerja sama yang baik antara sekolah dan masyarakat guna mewujudkan sekolah yang efektif dan efisien. Kepala sekolah harus mampu menjalin hubungan kerja sama baik sesama warga sekolah maupun dengan masyarakat lingkungan sekolah”.
Dari kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa tugas kepala sekolah untuk melakukan komunikasi dengan bawahannya untuk meningkatkan kinerja dan kualitas kerja. Melalui jalinan kemitraan yang baik maka fungsi kepala sekolah sebagai inovator dan motivator memiliki peran strategis yang tepat untuk menjalin komunikasi yang harmonis dengan lingkungannya, mencari gagasan baru, mengintegrasikan setiap kegiatan, memberikan teladan kepada seluruh tenaga kependidikan di sekolah yang ia pimpin. Sebagai pemimpin, kepala sekolah juga harus memiliki strategi yang tepat untuk memberikan motivasi kepada guru dalam melaksanakan tugas dan fungsinya.
Kepala sekolah harus memiliki visi, misi, kreatif serta inovatif dan berorientasi pada mutu. Strategi ini merupakan usaha sistematik kepala sekolah secara terus menerus untuk memperbaiki kualitas layanan sehingga fokusnya diarahkan pada Pelaksanaan pendidikan di Indonesia merupakan tanggung jawab seluruh komponen bangsa Indonesia. Dalam prakteknya masyarakat ikut terlibat dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa tidak hanya dari segi materi dan moril, namun telah ikut serta memberikan sumbangan yang signifikan dalam pelaksanaan pendidikan. Sebagai negara berkembang, negara Indonesia mengalami persaingan dalam berbagai bidang, terutama bidang pendidikan. Dalam menjawab tantangan itu tentunya memberdayakan sumberdaya harus di prioritaskan, terutama pemberdayaan sumberdaya pada sekelompok manusia yang mampu mengadakan perubahan dalam perkembangan masyarakat. Karena pemberdayaan manusia ini perlu di persiapkan secara optimal. Salah satu cara mengembangkan sumberdaya manusia adalah melalui pendidikan. Dalam Undang-undang no.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dijelaskan tentang pengertian pendidikan yaitu usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat bangsa dan negara. Oleh karena itu kepala madrasah harus bertanggungjawab sepenuhnya terhadap kelancaran proses belajar mengajar.
            Salah satu masalah penting dalam dunia pendidikan adalah masih rendahnya kualitas pendidikan. Kualitas pendidikan memiliki arti bahwa lulusan pendidikan memiliki kemampuan yang sesuai sehingga memberikan konstribusi yang tinggi bagi pembangunan negara. Kualitas pendidikan terutama ditentukan oleh proses belajar mengajar.
            Perlu dicatat bahwa sukses tidaknya seorang pemimpin melaksanakan tugas kepemimpinannya, tidak ditentukan oleh tingkat keterampilan teknis yang dimiliki oleh seorang pemimpin, akan tetapi lebih banyak ditentukan oleh keahliannya dalam menggerakkan orang lain untuk bekerja dengan efektif.
            Namun perlu dipahami juga bahwa menjadi seorang pemimpin atau kepala madrasah/sekolah yang berkualitas bukanlah suatu tugas yang ringan, karena hal itu memerlukan adanya keseriusan, kerja keras, keikhlasan dalam bekerja, dan bekerja sama dengan semua pihak yang terkait. Seorang kepala madrasah juga harus profesional. Dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen dijelaskan tentang pengertian profesional yaitu pekerjaan atau kegiatan yang di lakukan oleh seseorang dan menjadi sumber dan kehidupan yang memerlukan keahlian , atau kecakapan yang memenuhi standart mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi. Jadi, untuk menjadi seorang kepala madrasah/sekolah harus mampu bersifat profesional dalam setiap tindakannya, karena itu akan menjadi contoh bagi bawahannya.
Seorang kepala madrasah/sekolah harus memenuhi syarat-syarat minimal sebagai seorang kepala madrasah yaitu, disamping syarat ijazah yang merupakan syarat formal juga pengalaman kerja, pendalaman dibidang ilmu Agama Islam dan kepribadian yang baik perlu di perhatikan.
Kepala madrasah/sekolah sebagai perencana adalah kepala madrasah harus benar-benar memikirkan dan merumuskan dalam suatu program tujuan dan tindakan yang harus di lakukan. Mengorganisasikan bahwa kepala madrasah harus mampu menghimpun dan mengkoordinasikan/menyelaraskan sumber daya manusia dan sumber-sumber material sekolah, sebab keberhasilan sekolah sangat tergantung pada kecakapan dalam mengatur dan mendayagunakan berbagai sumber dalam mencapai tujuan. Kepala madrasah/sekolah harus mampu mengarahkan dan mempengaruhi seluruh sumberdaya manusia untuk melakukan tugas-tugasnya secara esensial. Mengendalikan adalah kepala madrasah/sekolah yang memperoleh jaminan, bahwa sekolah berjalan mencapai tujuan.
Sebagai supervisor betujuan untuk membantu memperbaiki dan meningkatkan pengelolaan pendidikan di sekolah, dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan pada umumnya dan proses belajar mengajar pada khususnya, maka supervisi sangat penting untuk dilaksanakan. Kepala madrasah/sekolah selaku supervisor di sampig harus menguasai teori administrasi pendidikan dan pengetahuan tenteng supervisi juga memerlukan teknik-teknik supervisi tertentu dalam melaksanakn tugas supervisinya. Supervisi yang baik mengarahkan perhatiannya kepada dasar-dasar pendidikan dan cara-cara belajar serta cara perkembangannya dalam pencapaian tujuan umum pendidikan dimana tujuan supervisi adalah perkembangan situasi belajar dan mengajar dengan baik. Usaha kearah perbaikan belajar dan mengajar ditujukan kepada pencapaian tujuan akhir dari pendidikan yaitu pembentukan pribadi anak secara maksimal.
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis ingin mengkaji lebih jauh lagi dengan melakukan penelitian terhadap kepemimpinan kepala Madrasah yang  ada di MINU Wadung Pakisaji Malang dengan obyek permasalahan “ Kepemimpinan Visioner dalam Meningkatkan Kompetensi Peserta Dididk ( Study di MI Nahdlatul Ulama’ Wadung Pakisaji Malang) “.


2.     Fokus Penelitian

Dari latar belakang diatas dapat dirumuskan masalah yang hendak di bahas dalam penelitian ini adalah :
a.    Nilai – nilai kepemimpinan  visioner  yang bagaimana  untuk meningkatkan kompetensi peserta didik di MI Nahdlatul Ulama Wadung Pakisaji  Malang?
b.    Jenis – jenis kepemimpinan visioner yang bagaimana untuk mengembangkan kompetensi peserta didik  di MI Nahdlatul Ulama Wadung Pakisaji  Malang?
c.    Bagaimana pelaksanaan kepemimpinan visioner  dalam meningkatkan kompetensi  peserta didik di MI Nahdlatul Ulama Wadung Pakisaji  Malang?
d.    Bagaimana hasil pelaksanaan kepemimpinan visioner dalam meningkatkan kompetensi peserta didik di MI Nahdlatul Ulama Wadung Pakisaji Malang?


3.    Tujuan Penelitian
Berdasarkan  fokus penelitian di atas, tujuan penelitian ini adalah untuk menginterpretasikan terhadap:
a.    Nilai – nilai  kepemimpinan  visioner  untuk meningkatkan kompetensi peserta didik di MI Nahdlatul Ulama Wadung Pakisaji  Malang.
b.    Jenis – jenis kepemimpinan visioner untuk mengembangkan kompetensi peserta didik  di MI Nahdlatul Ulama Wadung Pakisaji  Malang.
c.    Pelaksanaan kepemimpinan visioner  dalam meningkatkan kompetensi  peserta didik di MI Nahdlatul Ulama Wadung Pakisaji  Malang.
d.    Hasil  pelaksanaan kepemimpinan visioner dalam meningkatkan kompetensi peserta didik di MI Nahdlatul Ulama Wadung Pakisaji Malang.

4.    Kegunaan Penelitian

a.      Sebagai masukan kepada kepala madrasah/sekolah atau pemimpin madrasah dalam meningkatkan kepemimpinan yang visioner di MI Nahdlatul Ulama Wadung Pakisaji Malang
b.      Untuk menambah wawasan keilmuan bagi peneliti tentang kepemimpinan visioner dalam meningkatkan kompetensi peserta didik
c.      Dapat di jadikan konstribusi yang positif dalam meningkatkan kepemimpinan yang  Visioner  di MI Nahdlatul Ulama Wadung Pakisaji Malang


5.      Penegasan Operasional
Untuk mempermudah dan menghindari kesalahfahaman tentang judul di atas, maka peneliti akan menjelaskan arti istilah yang terdapat di dalam judul skripsi tersebut.
Adapun istilah-istilah yang akan didefinisikan adalah sebagai berikut :
a.    Kepemimpinan : Kepemimpinan atau leadership merupakan ilmu terapan dari ilmu-ilmu social, sebab prinsip-prinsip dan rumusannya diharapkan dapat mendatangkan manfaat bagi kesejahteraan manusia (Moejiono, 2002).
kepemimpinan merupakan kemampuan mempengaruhi orang lain, bawahan atau kelompok, kemampuan mengarahkan tingkah laku bawahan atau kelompok, memiliki kemampuan atau keahlian khusus dalam bidang yang diinginkan oleh kelompoknya, untuk mencapai tujuan organisasi atau kelompok.
b.    Visioner : berasal dari bahasa Inggris yang berarti orang yang memiliki khayalan atau wawasan ke depan.
c.      Kompetensi : mengandung pengertian pemilikan pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan yang dituntut oleh jabatan tertentu (Rustyah, 1982). Kompetensi dimaknai pula sebagai pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar yang direfleksikan dalam kebiasaan berfikir, dan bertindak. Kompetensi dapat pula dimaksudkan sebagai kemampuan melaksanakan tugas yang diperoleh melalui pendidikan dan/atau latihan (Herry, 1998).
d.      Peserta Didik : dalam bahasa arab disebut dengan Tilmidz jamaknya adalah Talamid, yang artinya adalah “murid”, maksudnya adalah “orang-orang yang mengingini pendidikan”. Dalam bahasa arab dikenal juga dengan istilah Thalib, jamaknya adalah Thullab, yang artinya adalah “mencari”, maksudnya adalah “orang-orang yang mencari ilmu”.
Menurut pasal 1 ayat 4 UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional, peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan dirinya melalui proses pendidikan pada jalur jenjang dan jenis pendidikan tertentu.
Abu Ahmadi juga menuliskan tentang pengertian peserta didik, peserta didik adalah anak yang belum dewasa, yang memerlukan usaha, bantuan, bimbingan orang lain untuk menjadi dewasa, guna dapat melaksanakan tugasnya sebagai makhluk Tuhan, sebagai umat manusia, sebagai warga negara, sebagai anggota masyarakat dan sebaga suatu pribadi atau individu.









BAB II
LANDASAN TEORI

2.1        KONSEP KEPEMIMPINAN VISIONER
2.1.1     Pengertian Kepemimpinan Visioner
Kepemimpinan merupakan lokomotif organisasi yang selalu menarik dibicarakan. Daya tarik ini didasarkan pada latar historis yang menunjukkan arti penting keberadaan seorang pemimpin dalam setiap kegiatan kelompok dan kenyataan bahwa kepemimpinan merupakan sentrum dalam pola interaksi antar komponen organisasi (Suarjaya dan Akib, Usahawan bulan Nopember 2003: 42).
Seth Kahan (2002), menjelaskan bahwa kepemimpinan visioner melibatkan kesanggupan, kemampuan, kepiawaian yang luar biasa untuk menawarkan kesuksesan dan kejayaan di masa depan. Seorang pemimpin yang visioner mampu mengantisipasi segala kejadian yang mungkin timbul, mengelola masa depan dan mendorong orang lain utuk berbuat dengan cara-cara yang tepat. Hal itu berarti, pemimpin yang visioner mampu melihat tantangan dan peluang sebelum keduanya terjadi sambil kemudian memposisikan organisasi mencapai tujuan-tujuan terbaiknya.
Corinne McLaughlin (2001) mendefinisikan pemimpin yang visioner (Visionary leaders) adalah mereka yang mampu membangun ‘fajar baru’ (a new dawn) bekerja dengan intuisi dan imajinasi, penghayatan, dan boldness. Mereka menghadirkan tantangan sebagai upaya memberikan yang terbaik untuk organisasi dan menjadikannya sebagai sesuatu yang menggugah untuk mencapai tujuan organisasi. Mereka bekerja dengan kekuatan penuh dan tercerahkan dengan tujuan-tujuan yang lebih tinggi.Pandangannya jauh ke depan. Mereka adalah para social innovator, agen perubah, memandang sesuatu dengan utuh (big picture) dan selalu berfikir strategis.
Kepemimpinan visioner, adalah pola kepemimpinan yang ditujukan untuk memberi arti pada kerja dan usaha yang perlu dilakukan bersama-sama oleh para anggota organisasi dengan cara memberi arahan dan makna pada kerja dan usaha yang dilakukan berdasarkan visi yang jelas (Diana Kartanegara, 2003).
Visi dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang ingin dicapai secara ideal dari seluruh aktivitas. Visi juga dapat diartikan sebagai gambaran mental tentang sesuatu yang ingin dicapai di masa depan.
Model kepemimpinan transformasional merupakan model yang relatif baru dalam studi-studi kepemimpinan. Burns (1978) merupakan salah satu penggagas yang secara eksplisit mendefinisikan kepemimpinan transformasional.
Burns menyatakan bahwa model kepemimpinan transformasional pada hakekatnya menekankan seorang pemimpin perlu memotivasi para bawahannya untuk melakukan tanggungjawab mereka lebih dari yang mereka harapkan. Pemimpin transformasional harus mampu mendefinisikan, mengkomunikasikan dan mengartikulasikan visi organisasi, dan bawahan harus menerima dan mengakui kredibilitas pemimpinnya.Hater dan Bass (1988) menyatakan bahwa "the dynamic of transformational leadership involve strong personal identification with the leader, joining in a shared vision of the future, or going beyond the self-interest exchange of rewards for compliance". Dengan demikian, pemimpin transformasional merupakan pemimpin yang karismatik dan mempunyai peran sentral dan strategis dalam membawa organisasi mencapai tujuannya. Pemimpin transformasional juga harus mempunyai kemampuan untuk menyamakan visi masa depan dengan bawahannya, serta mempertinggi kebutuhan bawahan pada tingkat yang lebih tinggi dari pada apa yang mereka butuhkan. Menurut Yammarino dan Bass (1990), pemimpin transformasional harus mampu membujuk para bawahannya melakukan tugas-tugas mereka melebihi keinginan mereka sendiri demi kepentingan organisasi yang lebih besar.
Yammarino dan Bass (1990) juga menyatakan bahwa pemimpin transformasional mengartikulasikan visi masa depan organisasi yang realistik, menstimulasi bawahan dengan cara yang intelektual, dan menaruh parhatian pada perbedaan-perbedaan yang dimiliki oleh bawahannya. Dengan demikian, seperti yang diungkapkan oleh Tichy and Devanna (1990), keberadaan para pemimpin transformasional mempunyai efek transformasi baik pada tingkat organisasi maupun pada tingkat individu.
Dari uraian di atas penulis memandang bahwa kepemimpinan yang visioner  dan transformasional merupakan kepemimpinan yang mampu mengembangkan intuisi, imajinasi dan kretaifitasnya untuk mengembangkan organisasinya. Dia memiliki kemampuan untuk memimpin menjalankan misi organisasinya melalui serangkaian kebijakan dan tindakan yang progressif menapaki tahapan-tahapan pencapaian tujuannya, adaptif terhadap segala perubaahan dan tantangan yang dihadapi, serta efisien dan efektif dalam pengelolaan segala sumber daya yang dimilikinya.

2.1.2     Prinsip – Prinsip Kepemimpinan Visioner
Dalam konsep Manajemen, Shoji Shiba dan David Walden (dalam Kapur, 2007) telah menetapkan delapan prinsip kepemimpinan visioner sebagai berikut
1.    Pemimpin visioner harus melakukan pengamatan di lapangan yang mengarah ke persepsi pribadi dari perubahan nilai sosial dari sudut orang luar pandang.
2.    Meskipun ada resistensi, tidak pernah menyerah, menekan perlawanan antara luar-dalam tekanan dalam kombinasi dengan top-down di dalam instruksi.
3.    Transformasi dimulai dengan gangguan simbolis dari sistem lama atau tradisional melalui top-down upaya untuk menciptakan kekacauan dalam organisasi.
4.    Arah transformasi digambarkan ditujukan oleh gambar terlihat simbolik dan perilaku simbolik pemimpin visioner itu.
5.    cepat membangun sistem fisik, organisasi dan perilaku baru adalah penting untuk transformasi sukses.
6.    Pemimpin Perubahan nyata yang diperlukan untuk memungkinkan transformasi.
7.    Membuat sistem yang inovatif untuk memberikan umpan balik dari hasil.
8.    Membuat sistem operasi sehari-hari, termasuk struktur kerja baru, pendekatan baru untuk kemampuan manusia dan kegiatan perbaikan.

2.1.3     Faktor – faktor yang Mempengaruhi Kepemimpinan Visioner
Keberhasilan atau kegagalan dari hasil kepemimpinan seseorang dapat diukur atau ditandai oleh empat hal, yaitu : moril, disiplin, jiwa korsa (esprit de corps), dan kecakapan.
1.    Moril : moril adalah keadaan jiwa dan emosi seseorang yang mempengaruhi kemauan untuk melaksanakan tugas dan akan mempengaruhi hasil pelaksanaan tugas perorangan maupun organisasi. Faktor-faktor yang mempengaruhi moril adalah : 1). kepemimpinan atasan. 2). kepercayaan dan keyakinan akan kebenaran. 3). penghargaan atas penyelesaian tugas. 4). solidaritas dan kebanggaan organisasi. 5). pendidikan dan latihan. 6). kesejahteraan dan rekreasi. 7). kesempatan untuk mengembangkan bakat. 8). struktur organisasi. 9). pengaruh dari luar.
2.    Disiplin : disiplin adalah ketaatan tanpa ragu-ragu dan tulus ikhlas terhadap perintah atau petunjuk atasan serta peraturan yang berlaku. Disiplin yang terbaik adalah disiplin yang didasarkan oleh disiplin pribadi. Cara-cara untuk memelihara dan meningkat disiplin : 1). Menetapkan peraturan kedinasan secara jelas dan tegas. 2). Menentukan tingkat dan ukuran kemampuan. 3). Bersikap loyal. 4). Menciptakan kegiatan atas dasar persaingan yang sehat. 5). Menyelenggarakan komunikasi secara terbuka. 6). Menghilangkan hal-hal yang dapat membuat bawahan tersinggung, kecewa dan frustasi. 7). Menganalisa peraturan dan kebijaksanaan yang berlaku agar tetap mutakhir dan menghapus yang sudah tidak sesuai lagi. 8). Melaksanakan reward and punishment.
3.     Jiwa korsa : jiwa korsa adalah loyalitas, kebanggan dan antusiasme yang tertanam pada anggota termasuk pimpinannya terhadap organisasinya. Dalam suatu organisasi yang mempunyai jiwa korsa yang tinggi, rasa ketidakpuasan bawahan dapat dipadamkan oleh semangat organisasi. Ciri jiwa korsa yang baik adalah : 1). Antusiasme dan rasa kebanggan segenap anggota terhadap organisasinya. 2). Reputasi yang baik terhadap organisasi lain. 3). Semangat persaingan secara sehat dan bermutu. 4). Adanya kemauan anggota untuk berpartisipasi dalam setiap kegiatan. 5). Kesediaan anggota untuk saling menolong.
4.     Kecakapan : kecakapan adalah kepandaian melaksanakan tugas dengan hasil yang baik dalam waktu yang singkat dengan menggunakan tenaga dan sarana yang seefisien mungkin serta berlangsung dengan tertib. Pengetahuan dan kecakapan yang dimiliki pimpinan dapat diperoleh dari pendidikan, pelatihan, inisiatif dan pengembangan pribadi serta pengalaman tugas.
2.1.4     Ciri – ciri Kepemimpinan Visioner
Kepemimpinan visioner memiliki ciri-ciri yang menggambarkan segala sikap dan perilakunya yang menunjukkan kepemimpinannya yang berorientasi kepada pencapaian visi, jauh memandang ke depan dan terbiasa menghadapi segala tantangan dan resiko. Diantara ciri-ciri utama kepemimpinan visioner adalah:
1.      Berwawasan ke masa depan, bertindak sebagai motivator, berorientasi pada the best  performance untuk pemberdayaan, kesanggupan untuk memberikan arahan konkrit yang sistematis.
2.      Berani bertindak dalam meraih tujuan, penuh percaya diri, tidak peragu dan selalu siap menghadapi resiko. Pada saat yang bersamaan, pemimpin visioner juga menunjukkan perhitungan yang cermat, teliti dan akurat. Memandang sumber daya, terutama sumberdaya manusia sebagai asset yang sangat berharga dan memberikan perhatian dan perlindungan yang baik terhadap mereka.
3.      Mampu menggalang orang lain untuk kerja keras dan kerjasama dalam menggapai tujuan, menjadi model (teladan) yang secara konsisten menunjukkan nilai-nilai kepemimpinannya, memberikan umpan balik positif, selalu menghargai kerja keras dan prestasi yang ditunjukkan oleh siapun yang telah memberi kontribusi
4.      Mampu merumuskan visi yang jelas, inspirasional dan menggugah, mengelola ‘mimpi’ menjadi kenyataan, mengajak orang lain untuk berubah, bergerak ke ‘new place’. Mampu memberi inspirasi, memotivasi orang lain untuk bekerja lebih kreatif dan bekerja lebih keras untuk mendapatkan situsi dan kondisi yang lebih baik.
5.      Mampu mengubah visi ke dalam aksi, menjelaskan dengan baik maksud visi kepada orang lain, dan secara pribadi sangat commited terhadap visi tersebut.
6.      Berpegang erat kepada nilai-niliai spiritual yang diykininya. Memiliki integritas kepribadian yang kuat, memancarkan energy, vitalitas dan kemauan yang membara untuk selalu berdiri pada posisi yang segaris dengan nilai-nilai spiritual. Menjadi orang yang terdepan dan pertama dalam menerapkan nilai-nilai luhur, sebagimana yang diungkapkan oleh Mahatma Gandhi: “I must first be the change I want to see in my world.
7.      Membangun hubungan (relationship) secara efektif, memberi penghargaan dan respek. Sangat peduli kepada orang lain (bawahan), memandang orang lain sebagai asset berharga yang harus di perhatikan, memperlakukan mereka dengan baik dan ‘hangat’ layaknya keluarga. Sangat responsive terhadap segala kebutuhan orang lain dan membantu mereka berkembang, mandiri dan membimbing menemukan jalan masa depan mereka
8.      Innovative dan proaktif dalam menemukan ‘dunia baru’. Membantu mengubah dari cara berfikir yang konvensional (old mental maps) ke paradigma baru yang dinamis. Melaklukan terobosan-terobosan berfikir yang kreatif dan produktif. (‘out-box thinking’). Lebih bersikap atisipatif dalam mengayunkan langkah perubahan, ketimbang sekedar reaktif terhadap kejadian-kejadian. Berupaya sedapat mungkin menggunakan pendekatan ‘win-win’ ketimbang ‘win-lose’.
         Adapun karekteristik pemimpin transformasional menurut Bass dan Avolio (1994)  mempunyai empat dimensi.
a.    Dimensi  idealized influence (pengaruh ideal). Dimensi yang pertama ini digambarkan sebagai perilaku pemimpin yang membuat para pengikutnya mengagumi, menghormati dan sekaligus mempercayainya.
b.    Dimensi inspirational motivation (motivasi inspirasi). Dalam dimensi ini, pemimpin transformasional digambarkan sebagai pemimpin yang mampu mengartikulasikan pengharapan yang jelas terhadap prestasi bawahan, mendemonstrasikan komitmennya terhadap seluruh tujuan organisasi, dan mampu menggugah spirit tim dalam organisasi melalui penumbuhan antusiasme dan optimisme.
c.    Dimensi intellectual stimulation (stimulasi intelektual). Pemimpin transformasional harus mampu menumbuhkan ide-ide baru, memberikan solusi yang kreatif terhadap permasalahan-permasalahan yang dihadapi bawahan, dan memberikan motivasi kepada bawahan untuk mencari pendekatan-pendekatan yang baru dalam melaksanakan tugas-tugas organisasi.
d.    Dimensi individualized consideration (konsiderasi individu). Dalam dimensi ini, pemimpin transformasional digambarkan sebagai seorang pemimpin yang mau mendengarkan dengan penuh perhatian masukan-masukan bawahan dan secara khusus mau memperhatikan kebutuhan-kebutuhan bawahan akan pengembangan karir.

2.1.5    Strategi Kepemimpinan Visioner
Frank Martinelly (2007) menguraikan startegi bagaimana seharusnya menjadi pemimpin yang visioner. Menurutnya ada 5 langkah yang semstinya dilakukan:

1.  Fokus kepada Tujuan Organisasi

Seluruh tindakan dan pengambilan keputusan harus di arahkan kepada semata-mata upaya pencapaian tujuan final dari organisasi. Hal ini dilakukan guna menghindari segala kecenderungan dan ‘godaan’ penyitaan energi dan pemborosan sumber daya kepada hal-hal kecil dan tidak prinsip yang mungkin timbul. Untuk menjaga agar semua rencana aksi focus kepada tujuan organisasi, memerlukan kekompakkan dan pemeliharaan hubungan antara pimpinan dan seluruh staff/karyawan.

2.  Membuat Rencana Jangka Panjang

Permusan jangka panjang akan menuntun kepada langkah yang jelas sampai 5-10 tahun ke depan, siapa-siapa saja yang akan memimpin dan bertanggung jawab dalam pencapaian tujuan tersebut, kompetensi kepemimpinan yang bagaimana yang diperlukan, lalu bagimana disain pengembangan kepemimpinannya?. Untuk dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan ini perlu membentuk semacam komite yang ditugaskan untuk menyiapkan langkah-langkah strategis pencapaian tujuan jangka panjang, yang lingkup tugasnya antara lain: melakukan rekrutmen, seleksi, orientasi, pelatihan, performance assessment dan penetapan tugas dan tanggung jawab masing-masing.

3.  Mengembangkan Visi bagi masa depan organisasi.

Kunci perumusan visi adalah menjawab pertanyaan: apabila kita menginginkan dan bermimpi akan seperti dan menjadi apa organisasi kita kelak di kemudian hari?. Begitu rumusan visi telah dibuat, maka seharusnya visi tersebut akan menjadi inspirasi bagi seluruh aktivitas organisasi, baik dalam rapat-rapat, dalam perbincangan, dalam menghadapi segala tantangan dan peluang, dalam arena kerja. Begitu visi telah dirumuskan, maka saat itu pula, visi disampaikan ke seluruh pihak terkait di dalam organisasi, bahkan ke ruang-ruang public di luar organisasi.

4.  Selalu berada dalam kondisi siap dan dinamis untuk perubahan.

Selalu siap berubah dengan cepat akan terbantu dengan menyajikan informasi-informasi mutakhir tentang segala perubahan yang terjadi di luar organisasi yang berpotensi berdampak kepada organisasi 3-5 tahun ke depan. Dorong dan fasilitasi anggota orgasnisasi untuk membaca, mendengar dan mencari tahu segala hal yang terkait dengan kejadian-kejadian dan berita yang relevan dengan tuntutan perubahan. Kemudian setelah itu munculkan pertanyaan yang menantang: sejauhmana organisasi mampu secara efektif merespon perubahan dan kecenderungan-kecenderungan tersebut? Bagaimana pula organisasi lain yang sejenis menyiapkan diri mereka menghadapi perubahan-perubahan ini? Pertanyaan-pertanyaan iti seyogyanya akan dapat memicu dan memacu anggota organisasi untuk berfikir dan memposisikan diri mereka untuk siap berubah.

5.  Selalu mengetahui perubahan kebutuhan konstituen/pelanggan

Keinginan dan kebutuhan pelanggan seringkali mengalami perubahan. Oleh karena itu, seharusnya organisasi menyediakan informasi-infromasi aktual yang terkait dengan hal ini. Survey kepuasan pelanggan, kontak langsung dengan pelanggan, mengefektifkan layanan ’customer care’, adalah beberapa cara yang dapat dilakukan agar orgnisasi selalu mengetahui harapan dan keinginan pelanggan yang baru. Dengan demikian organisasi akan selalu siap untuk melakukan perubahan dan perbaikan untuk menjaga kepuasan pelanggan.

Sementara itu, Robert Starrat (1995) menekankan pentingnya melakukan pelembagaan visi dengan cara selalu mengkaitkannya dala setiap pengambilan keputusan, perumusan kebijakan, penyusunan prosedur pelaksanaan program, langkah-langkah evaluasi. Bahkan menurutnya, sampai pada isi kurikulum (dalam lembaga pendidikan), penganggaran (budgeting) seharusnya juga mencantumkan visi dalam dokumen-dokumen yang terkaitnya. Menurutnya, kalau hal ini tidak dilakukan, visi yang telah dicanangkan secara perlahan akan kehilangan kredibilitasnya.

Di atas segalanya dari sekian banyak strategi, seorang pemimipin harus mampu menciptakan terlebih dahulu iklim
dan budaya untuk suatu perubahan. Kepada seluruh pihak terkait, pemimpin harus terus dan sering, dengan antusias, menyuarakan pentingnya perubahan demi kebaikan,mendorong semangat kepada seluruh lini, mengungkapkan contoh-contoh kesuksesan, memberikan teladan dan tentu saja harus sering nampak bekerja keras bersama mereka. Pada sisi yang lain, perlu juga diperhatikan bahwa mengawal perubahan memerlukan kesabaran dan kemakluman akan berbagai hambatan materil ataupun non materil. Seringkali didapatkan berbagai kesalahan dan hambatan psikologis di awal-awal perubahan. Pada masa-masa transisi, pemimpin harus bersabar, mendampingi seluruh staff dengan bijaksana, mudah memberi bantuan dan arahan.
2.2  KONSEP PENINGKATAN  KOMPETENSI
2.2.1 Pengertian Peningkatan Kompetensi
Kompetensi Peserta Didiik menurut definisi dari berbagai referensi, kompetensi adalah: (1) Kemampuan yang sesuai dengan kebutuhan; Kemampuan atau kecakapan yang cukup/memadai; Keadaan cakap, mampu, tangkas. (2) Properti atau sarana penopang yang memadai untuk melengkapi kebutuhan dan kenyamanan hidup tanpa jumlah yang berlebih-lebihan (3) Dalam hukum: kapasitas hukum, kualifikasi, kekuasaan, yurisdiksi, atau kesesuaian, seperti kompetensi seorang saksi untuk bersaksi, kompetensi hakim untuk mengadili sebuah kasus.
Istilah kompetensi dalam pendidikan mulai populer di Indonesia seiring dengan munculnya Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) pada tahun 2004, yang disempurnakan menjadi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) tahun 2006. Kurikulum Berbasis Kompetensi lebih menekankan pada kompetensi peserta didik, atau kemampuan apa yang harus dimiliki oleh siswa setelah melakukan proses pembelajaran tertentu.
Peserta didik dalam Undang-Undang RI nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang dan jenis pendidikan tertentu, dengan tujuan meningkatkan kompetensi peserta didik.
Kompetensi peserta didik adalah kemampuan yang harus dimiliki/dicapai peserta didik setelah mengikuti pembelajaran. Kemampuan tersebut adalah perpaduan dari pengetahuan, keterampilan, nilai, dan sikap yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak. Seseorang yang telah memiliki kompetensi dalam bidang tertentu bukan hanya mengetahui, tetapi juga dapat memahami dan menghayati bidang tersebut yang tercermin dalam pola perilaku sehari-hari.
Kompetensi peserta didik pada setiap tingkat dan/atau semester terdiri atas Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD). Secara detil, klasifikasi kompetensi peserta didik mencakup:
a.    Kompetensi Lulusan, yaitu kemampuan minimal yang harus dicapai oleh peserta didik setelah tamat mengikuti pendidikan pada jenjang atau satuan pendidikan tertentu. Misalnya, kompetensi lulusan SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA, dan SMK. Dilihat dari tujuan kurikulum, kompetensi lulusan termasuk tujuan institusional.
b.    Kompetensi Standar, yaitu kemampuan minimal yang harus dicapai setelah anak didik menyelesaikan suatu mata pelajaran tertentu pada setiap jenjang pendidikan yang diikutinya. Misalnya, kompetensi yang harus dicapai oleh mata pelajaran IPA di SD, matematika di SD, dan lain sebagainya. Dilihat dari tujuan kurikulum, kompetensi standar termasuk pada tujuan kurikuler.
c.    Kompetensi Dasar, yaitu kemampuan minimal yang harus dicapai peserta didik dalam penguasaan konsep atau materi pelajaran yang diberikan dalam kelas pada jenjang pendidikan tertentu. Dilihat dari tujuan kurikulum, kompetensi termasuk pada tujuan pembelajaran.
Ketiga macam kompetensi peserta didik tersebut, terkait erat satu sama lain. Kompetensi Dasar harus senantiasa mengacu pada Kompetensi Standar (Standar Kompetensi), dan Kompetensi Standar harus senantiasa mengacu pada Kompetensi Lulusan.

2.2.2 Prinsip – prinsip Peningkatan Kompetensi
Prinsip-prinsip Umum
Secara umum untuk meningkatan kompetensi peserta didik yang harus dimiliki guru menggunakan prinsip-prinsip sebagai berikut ini.
1.    Demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa.
2.    Satu kesatuan yang sistemik dengan sistem terbuka dan multimakna.
3.    Suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan guru yang berlangsung sepanjang hayat.
4.    Memberi keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan kreativitas guru dalam proses pembelajaran.
5.    Memberdayakan semua komponen masyarakat melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu layanan pendidikan.

Prinsip-pinsip Khusus

Secara khusus program peningkatan kompetensi peserta didik yang harus dimiliki guru diselenggarakan dengan menggunakan prinsip-prinsip seperti berikut ini.
1.    Ilmiah, keseluruhan materi dan kegiatan yang menjadi muatan dalam kompetensi dan indikator harus benar dan dapat dipertanggungjawabkan secara keilmuan.
2.    Relevan, rumusannya berorientasi pada tugas dan fungsi guru sebagai tenaga pendidik profesional yakni memiliki kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional.
3.    Sistematis, setiap komponen dalam kompetensi jabatan guru berhubungan secara fungsional dalam mencapai kompetensi.
4.    Konsisten, adanya hubungan yang ajeg dan taat asas antara kompetensi dan indikator.
5.    Aktual dan kontekstual, yakni rumusan kompetensi dan indikator dapat mengikuti perkembangan Ipteks.
6.    Fleksibel, rumusan kompetensi dan indikator dapat berubah sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan jaman.
7.    Demokratis, setiap guru memiliki hak dan peluang yang sama untuk diberdayakan melalui proses pembinaan dan pengembangan profesionalitasnya, baik secara individual maupun institusional.
8.    Obyektif, setiap guru dibina dan dikembangkan profesi dan karirnya dengan mengacu kepada hasil penilaian yang dilaksanakan berdasarkan indikator-indikator terukur dari kompetensi profesinya.
9.    Komprehensif, setiap guru dibina dan dikembangkan profesi dan karirnya untuk mencapai kompetensi profesi dan kinerja yang bermutu dalam memberikan layanan pendidikan dalam rangka membangun generasi yang memiliki pengetahuan, kemampuan atau kompetensi, mampu menjadi dirinya sendiri, dan bisa menjalani hidup bersama orang lain.
10.  Memandirikan, setiap guru secara terus menerus diberdayakan untuk mampu meningkatkan kompetensinya secara berkesinambungan, sehingga memiliki kemandirian profesional dalam melaksanakan tugas dan fungsi profesinya.
11.  Profesional, pembinaan dan pengembangan profesi dan karir guru dilaksanakan dengan mengedepankan nilai-nilai profesionalitas.
12.  Bertahap, dimana pembinaan dan pengembangan profesi dan karir guru dilaksanakan berdasarkan tahapan waktu atau tahapan kualitas kompetensi yang dimiliki oleh guru.
13.  Berjenjang, pembinaan dan pengembangan profesi dan karir guru dilaksanakan secara berjenjang berdasarkan jenjang kompetensi atau tingkat kesulitan kompetensi yang ada pada standar kompetensi.
14.  Berkelanjutan, pembinaan dan pengembangan profesi dan karir guru dilaksanakan sejalan dengan perkembangan ilmu pentetahuan, teknologi dan seni, serta adanya kebutuhan penyegaran kompetensi guru;
15.  Akuntabel, pembinaan dan pengembangan profesi dan karir guru dapat dipertanggungjawabkan secara transparan kepada publik;
16.  Efektif, pelaksanaan pembinaan dan pengembangan profesi dan karir guru harus mampu memberikan informasi yang bisa digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan yang tepat oleh pihak-pihak yang terkait dengan profesi dan karir lebih lanjut dalam upaya peningkatan kompetensi dan kinerja guru.
17.  Efisien, pelaksanaan pembinaan dan pengembangan profesi dan karir guru harus didasari atas pertimbangan penggunaan sumberdaya seminimal mungkin untuk mendapatkan hasil yang optimal. 

2.2.3 Upaya  Peningkatan Kompetensi Peserta Didik
Menurut Skinner yang harus dilakukan dalam rangka meningkatkan kemampuan siswa atau kompetensi siswa adalah :
1.     Membangun khazanah tingkah laku verbal dan non verbal  yang menunjukkan hasil belajar.
2.     Menghasilkan dengan kemungkinan yang besar, tingkah laku  yang disebut minat, antusiasme dan motivasi untuk belajar.
Sehingga dengan tugas seperti ini pembelajaran itu berfungsi  memperlancar pemerolehan pola-pola tingkah laku verbal dan non verbal yang perlu dimiliki setiap siswa.
Menurut  B. Weiner, dengan teori atribusinya, satu sumbangan penting untuk pendidikan adalah berkenaan dengan analisa terjadinya interaksi di kelas.
Hal yang penting diperhatikan dalam interaksi di kelas dalam konteks proses pembelajaran serta dalam rangka meningkatkan kemampuan atau kompetensi siswa ialah ciri siswa, ciri-ciri siswa yang perlu dipertimbangkan ialah perbedaan perseorangan, kesiapan untuk belajar dan motivasi : 
1.   Perbedaan Perseorangan,
Dalam hal ini yang perlu diperhatikan ialah tingkat perkembangan siswa dan tingkat rasa harga diri siswa. Untuk mengimbangi adanya perbedaan perseorangan dalam proses pembelajaran dianatarany dapat dilakukan pengajaran dengan kelompok kecil (Cooperative Learning), tutorial, dan belajar mandiri serta belajar individual.
2.    Kesiapan untuk belajar
Kesiapan seorang siswa dalam kegiatan pembelajaran sangat mempengaruhi hasil pembelajaran yang bermanfaat baginya.
Karena belajar sifatnya kumulatif, kesiapan untuk belajar baru mengacu pada kapabilitas, dimana kesiapan untuk belajar itu meliputi keterampilan-keterampilan yang rendah kedudukannya dalam tata hirarki keterampilan intelktual.
3.     Motivasi
ciri khas dari teori-teori belajar ialah memperlakukan motivasi sebagai suatu konsep yang dihubungkan dengan asas-asas untuk menimbulkan terjadinya belajar pada diri siswa. Konsep ini memusatkan perhatian pada dilakukannya manipulasi lingkungan yang bisa mendorong siswa seperti membangkitkan perhatian siswa, mempelajari peranan peransang atau membuat agar bahan ajar menarik bagi siswa.

Ketiga hal diatas harus diperhatikan yang dibarengi dengan penciptaan suasan kelas yang menyenangkan sehingga tingkah laku, respon yang dikeluarkan oleh siswa menghasilkan suasan pembelajarn yang nyaman dan menyenangkan akibat dari stimulus lingkungan yang dimanipulasi tersebut.
Disamping ketiga hal diatas yang perlu diperhatikan dalam kontek peningkatan kompetensi siswa, maka kurikulum juga merupakan hal yang tidak terpisahkan dengan kompetensi siswa dalam pembelajaran. Untuk mengimbangi peningkatan kemampuan siswa dalam kontek tingkah laku, maka kurikulum juga perlu menjadi perhatian sehingga siswa benar-benar memiliki kompetensi yang sangat memadai.