KEPEMIMPINAN
VISIONER DALAM MENINGKATKAN KOMPETENSI PESERTA DIDIK
(Study di MI
Nahdlatul Ulama Wadung Pakisaji Malang)
Disusun
Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah : Metode Penelitian Pendidikan
Dosen Pengampu : Dr. Masykuri
Bakri, M. Si
Disusun Oleh :
NAMA : AMINATUZ
ZUHRIYAH
KELAS : PGMI / 4B
NPM : 2110140102
JURUSAN S1 PENDIDIKAN GURU MADRASAH
IBTIDAIYAH
( PGMI
)
FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM MALANG
Maret 2013
BAB I
PENDAHULUAN
1. Konteks Penelitian
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003
Tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 3 menyebutkan bahwa Pendidikan
Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban
bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan
untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Selanjutnya dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen,
pasal (1) disebutkan bahwa Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama
mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi
peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal,
pendidikan dasar dan pendidikan menengah.
Tidak
kompetennya seorang guru dalam menyampaikan bahan ajar dalam proses
pembelajaran secara tidak langsung berpengaruh terhadap hasil belajar. Proses
pembelajaran hanya dapat dicapai dengan kompetensi yang ada dalam pribadi guru.
Keterbatasan pengetahuan dalam penyampaian materi baik dalam hal penggunaan
metode mengajar maupun buku penunjang pokok pembelajaran lainnya akan
berpengaruh terhadap hasil belajar. Berbagai upaya dilakukan untuk meningkatkan
kinerja guru yaitu melalui Forum Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP),
Kelompok Kerja Guru (KKG) dan berbagai pelatihan lainnya baik dalam bidang
studi masing-masing maupun hal-hal lain yang dapat meningkatkan profesional
guru. Kepala sekolah pada hakikatnya adalah Guru yang di beri tugas tambahan.
Kepala sekolah merupakan salah satu komponen pendidikan yang paling berperan
dalam meningkatkan kualitas pendidikan. Mulyasa (2005: 24) menyatakan bahwa:
“erat hubungannya antara mutu kepala sekolah dengan berbagai aspek kehidupan
sekolah seperti disiplin sekolah, dan iklim sekolah”. Kepala sekolah harus
mampu menciptakan suasana yang kondusif dan inovatif dalam melaksanakan
kegiatan di sekolah. Hal ini sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional Nomor 13 Tahun 2007 tentang Standar Kepala Sekolah/ Madrasah,
disebutkan bahwa “kepala sekolah mengelola guru dan staf dalam rangka
pendayagunaan sumber daya manusia secara optimal, menciptakan budaya dan iklim
sekolah yang kondusif dan inovatif bagi pembelajaran”.
Kepala
sekolah harus memiliki visi, misi, kreatif serta inovatif dan berorientasi pada
mutu. Strategi ini merupakan usaha sistematik kepala sekolah secara terus
menerus untuk memperbaiki kualitas layanan sehingga fokusnya diarahkan pada
guru dan tenaga kependidikan lainnya agar lembaga kependidikan yang dipimpinnya
dapat berjalan dengan baik. Sebagai pimpinan sekaligus supervisor di sekolah,
peran dan tanggung jawab kepala sekolah sangat strategis dalam meningkatkan
kinerja guru maupun tenaga kependidikan lainnya. Peran dan fungsi kepala
sekolah dalam meningkatkan kinerja guru sangat penting. Hal ini sesuai dengan
pendapat Mulyasa (2005:187) bahwa: “Kepala sekolah dituntut untuk senantiasa
berusaha membina dan mengembangkan hubungan kerja sama yang baik antara sekolah
dan masyarakat guna mewujudkan sekolah yang efektif dan efisien. Kepala sekolah
harus mampu menjalin hubungan kerja sama baik sesama warga sekolah maupun
dengan masyarakat lingkungan sekolah”.
Dari
kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa tugas kepala sekolah untuk melakukan
komunikasi dengan bawahannya untuk meningkatkan kinerja dan kualitas kerja.
Melalui jalinan kemitraan yang baik maka fungsi kepala sekolah sebagai inovator
dan motivator memiliki peran strategis yang tepat untuk menjalin komunikasi
yang harmonis dengan lingkungannya, mencari gagasan baru, mengintegrasikan
setiap kegiatan, memberikan teladan kepada seluruh tenaga kependidikan di
sekolah yang ia pimpin. Sebagai pemimpin, kepala sekolah juga harus memiliki
strategi yang tepat untuk memberikan motivasi kepada guru dalam melaksanakan
tugas dan fungsinya.
Kepala sekolah harus
memiliki visi, misi, kreatif serta inovatif dan berorientasi pada mutu.
Strategi ini merupakan usaha sistematik kepala sekolah secara terus menerus
untuk memperbaiki kualitas layanan sehingga fokusnya diarahkan pada Pelaksanaan
pendidikan di Indonesia merupakan tanggung jawab seluruh komponen bangsa
Indonesia. Dalam prakteknya masyarakat ikut terlibat dalam upaya mencerdaskan
kehidupan bangsa tidak hanya dari segi materi dan moril, namun telah ikut serta
memberikan sumbangan yang signifikan dalam pelaksanaan pendidikan. Sebagai
negara berkembang, negara Indonesia mengalami persaingan dalam berbagai bidang,
terutama bidang pendidikan. Dalam menjawab tantangan itu tentunya memberdayakan
sumberdaya harus di prioritaskan, terutama pemberdayaan sumberdaya pada
sekelompok manusia yang mampu mengadakan perubahan dalam perkembangan
masyarakat. Karena pemberdayaan manusia ini perlu di persiapkan secara optimal.
Salah satu cara mengembangkan sumberdaya manusia adalah melalui pendidikan.
Dalam Undang-undang no.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dijelaskan
tentang pengertian pendidikan yaitu usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang
diperlukan dirinya, masyarakat bangsa dan negara. Oleh karena itu kepala
madrasah harus bertanggungjawab sepenuhnya terhadap kelancaran proses belajar
mengajar.
Salah
satu masalah penting dalam dunia pendidikan adalah masih rendahnya kualitas
pendidikan. Kualitas pendidikan memiliki arti bahwa lulusan pendidikan memiliki
kemampuan yang sesuai sehingga memberikan konstribusi yang tinggi bagi
pembangunan negara. Kualitas pendidikan terutama ditentukan oleh proses belajar
mengajar.
Perlu dicatat
bahwa sukses tidaknya seorang pemimpin melaksanakan tugas kepemimpinannya,
tidak ditentukan oleh tingkat keterampilan teknis yang dimiliki oleh seorang
pemimpin, akan tetapi lebih banyak ditentukan oleh keahliannya dalam
menggerakkan orang lain untuk bekerja dengan efektif.
Namun
perlu dipahami juga bahwa menjadi seorang pemimpin atau kepala madrasah/sekolah
yang berkualitas bukanlah suatu tugas yang ringan, karena hal itu memerlukan
adanya keseriusan, kerja keras, keikhlasan dalam bekerja, dan bekerja sama
dengan semua pihak yang terkait. Seorang kepala madrasah juga harus
profesional. Dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 14 tahun 2005 tentang
guru dan dosen dijelaskan tentang pengertian profesional yaitu pekerjaan atau
kegiatan yang di lakukan oleh seseorang dan menjadi sumber dan kehidupan yang
memerlukan keahlian , atau kecakapan yang memenuhi standart mutu atau norma
tertentu serta memerlukan pendidikan profesi. Jadi, untuk menjadi seorang kepala
madrasah/sekolah harus mampu bersifat profesional dalam setiap tindakannya,
karena itu akan menjadi contoh bagi bawahannya.
Seorang kepala madrasah/sekolah
harus memenuhi syarat-syarat minimal sebagai seorang kepala madrasah yaitu,
disamping syarat ijazah yang merupakan syarat formal juga pengalaman kerja,
pendalaman dibidang ilmu Agama Islam dan kepribadian yang baik perlu di
perhatikan.
Kepala madrasah/sekolah
sebagai perencana adalah kepala madrasah harus benar-benar memikirkan dan
merumuskan dalam suatu program tujuan dan tindakan yang harus di lakukan.
Mengorganisasikan bahwa kepala madrasah harus mampu menghimpun dan
mengkoordinasikan/menyelaraskan sumber daya manusia dan sumber-sumber material
sekolah, sebab keberhasilan sekolah sangat tergantung pada kecakapan dalam
mengatur dan mendayagunakan berbagai sumber dalam mencapai tujuan. Kepala
madrasah/sekolah harus mampu mengarahkan dan mempengaruhi seluruh sumberdaya
manusia untuk melakukan tugas-tugasnya secara esensial. Mengendalikan adalah
kepala madrasah/sekolah yang memperoleh jaminan, bahwa sekolah berjalan
mencapai tujuan.
Sebagai
supervisor betujuan untuk membantu memperbaiki dan meningkatkan pengelolaan
pendidikan di sekolah, dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan pada umumnya
dan proses belajar mengajar pada khususnya, maka supervisi sangat penting untuk
dilaksanakan. Kepala madrasah/sekolah selaku supervisor di sampig harus
menguasai teori administrasi pendidikan dan pengetahuan tenteng supervisi juga
memerlukan teknik-teknik supervisi tertentu dalam melaksanakn tugas supervisinya.
Supervisi yang baik mengarahkan perhatiannya kepada dasar-dasar pendidikan dan
cara-cara belajar serta cara perkembangannya dalam pencapaian tujuan umum
pendidikan dimana tujuan supervisi adalah perkembangan situasi belajar dan
mengajar dengan baik. Usaha kearah perbaikan belajar dan mengajar ditujukan
kepada pencapaian tujuan akhir dari pendidikan yaitu pembentukan pribadi anak
secara maksimal.
Berdasarkan
uraian di atas, maka penulis ingin mengkaji lebih jauh lagi dengan melakukan
penelitian terhadap kepemimpinan kepala Madrasah yang ada di MINU Wadung Pakisaji Malang dengan
obyek permasalahan “ Kepemimpinan Visioner dalam Meningkatkan
Kompetensi Peserta Dididk ( Study di MI Nahdlatul Ulama’ Wadung Pakisaji
Malang) “.
2. Fokus Penelitian
Dari
latar belakang diatas dapat dirumuskan masalah yang hendak di bahas dalam
penelitian ini adalah :
a.
Nilai – nilai kepemimpinan visioner yang bagaimana untuk meningkatkan kompetensi peserta didik di MI Nahdlatul Ulama
Wadung Pakisaji Malang?
b.
Jenis – jenis kepemimpinan visioner yang bagaimana untuk
mengembangkan kompetensi peserta didik di MI Nahdlatul Ulama Wadung Pakisaji Malang?
c.
Bagaimana pelaksanaan kepemimpinan visioner dalam meningkatkan kompetensi peserta didik di MI Nahdlatul Ulama Wadung Pakisaji Malang?
d.
Bagaimana hasil pelaksanaan kepemimpinan visioner dalam
meningkatkan kompetensi peserta didik di MI Nahdlatul Ulama Wadung Pakisaji
Malang?
3. Tujuan
Penelitian
Berdasarkan fokus penelitian di
atas, tujuan penelitian ini adalah untuk menginterpretasikan terhadap:
a.
Nilai – nilai kepemimpinan visioner untuk meningkatkan kompetensi peserta didik di MI Nahdlatul Ulama
Wadung Pakisaji Malang.
b.
Jenis – jenis kepemimpinan visioner untuk mengembangkan
kompetensi peserta didik di MI Nahdlatul Ulama Wadung Pakisaji Malang.
c.
Pelaksanaan kepemimpinan visioner dalam meningkatkan kompetensi peserta didik di MI Nahdlatul Ulama Wadung Pakisaji Malang.
d.
Hasil pelaksanaan
kepemimpinan visioner dalam meningkatkan kompetensi peserta didik di MI Nahdlatul
Ulama Wadung Pakisaji Malang.
4. Kegunaan
Penelitian
a.
Sebagai
masukan kepada kepala madrasah/sekolah atau pemimpin madrasah dalam
meningkatkan kepemimpinan yang visioner di MI Nahdlatul Ulama Wadung Pakisaji Malang
b.
Untuk
menambah wawasan keilmuan bagi peneliti tentang kepemimpinan visioner dalam
meningkatkan kompetensi peserta didik
c.
Dapat
di jadikan konstribusi yang positif dalam meningkatkan kepemimpinan
yang Visioner di MI Nahdlatul Ulama Wadung Pakisaji Malang
5. Penegasan
Operasional
Untuk
mempermudah dan menghindari kesalahfahaman tentang judul di atas, maka peneliti
akan menjelaskan arti istilah yang terdapat di dalam judul skripsi tersebut.
Adapun
istilah-istilah yang akan didefinisikan adalah sebagai berikut :
a.
Kepemimpinan : Kepemimpinan atau leadership merupakan
ilmu terapan dari ilmu-ilmu social, sebab prinsip-prinsip dan rumusannya
diharapkan dapat mendatangkan manfaat bagi kesejahteraan manusia (Moejiono,
2002).
kepemimpinan merupakan kemampuan
mempengaruhi orang lain, bawahan atau kelompok, kemampuan mengarahkan tingkah
laku bawahan atau kelompok, memiliki kemampuan atau keahlian khusus dalam
bidang yang diinginkan oleh kelompoknya, untuk mencapai tujuan organisasi atau
kelompok.
b.
Visioner
: berasal dari bahasa Inggris yang berarti orang yang memiliki khayalan atau
wawasan ke depan.
c.
Kompetensi
: mengandung
pengertian pemilikan pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan yang dituntut
oleh jabatan tertentu (Rustyah, 1982). Kompetensi dimaknai pula sebagai
pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar yang direfleksikan dalam
kebiasaan berfikir, dan bertindak. Kompetensi dapat pula dimaksudkan sebagai
kemampuan melaksanakan tugas yang diperoleh melalui pendidikan dan/atau latihan
(Herry, 1998).
d.
Peserta
Didik : dalam
bahasa arab disebut dengan Tilmidz jamaknya adalah Talamid, yang
artinya adalah “murid”, maksudnya adalah “orang-orang yang mengingini
pendidikan”. Dalam bahasa arab dikenal juga dengan istilah Thalib, jamaknya
adalah Thullab, yang artinya adalah “mencari”, maksudnya
adalah “orang-orang yang mencari ilmu”.
Menurut pasal 1 ayat 4 UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang
sistem pendidikan nasional, peserta didik adalah anggota masyarakat yang
berusaha mengembangkan dirinya melalui proses pendidikan pada jalur jenjang dan
jenis pendidikan tertentu.
Abu
Ahmadi juga menuliskan tentang pengertian peserta didik, peserta didik adalah anak yang belum dewasa, yang
memerlukan usaha, bantuan, bimbingan orang lain untuk menjadi dewasa, guna
dapat melaksanakan tugasnya sebagai makhluk Tuhan, sebagai umat manusia,
sebagai warga negara, sebagai anggota masyarakat dan sebaga suatu pribadi atau
individu.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 KONSEP KEPEMIMPINAN VISIONER
2.1.1 Pengertian
Kepemimpinan Visioner
Kepemimpinan merupakan
lokomotif organisasi yang selalu menarik dibicarakan. Daya tarik ini didasarkan
pada latar historis yang menunjukkan arti penting keberadaan seorang pemimpin
dalam setiap kegiatan kelompok dan kenyataan bahwa kepemimpinan merupakan
sentrum dalam pola interaksi antar komponen organisasi (Suarjaya dan Akib,
Usahawan bulan Nopember 2003: 42).
Seth Kahan
(2002), menjelaskan bahwa kepemimpinan visioner melibatkan kesanggupan,
kemampuan, kepiawaian yang luar biasa untuk menawarkan kesuksesan dan kejayaan
di masa depan. Seorang pemimpin yang visioner mampu mengantisipasi segala
kejadian yang mungkin timbul, mengelola masa depan dan mendorong orang lain
utuk berbuat dengan cara-cara yang tepat. Hal itu berarti, pemimpin yang
visioner mampu melihat tantangan dan peluang sebelum keduanya terjadi sambil
kemudian memposisikan organisasi mencapai tujuan-tujuan terbaiknya.
Corinne
McLaughlin (2001) mendefinisikan pemimpin yang visioner (Visionary leaders)
adalah mereka yang mampu membangun ‘fajar baru’ (a new dawn) bekerja dengan
intuisi dan imajinasi, penghayatan, dan boldness. Mereka menghadirkan tantangan
sebagai upaya memberikan yang terbaik untuk organisasi dan menjadikannya
sebagai sesuatu yang menggugah untuk mencapai tujuan organisasi. Mereka bekerja
dengan kekuatan penuh dan tercerahkan dengan tujuan-tujuan yang lebih
tinggi.Pandangannya jauh ke depan. Mereka adalah para social innovator, agen
perubah, memandang sesuatu dengan utuh (big picture) dan selalu berfikir
strategis.
Kepemimpinan
visioner, adalah pola kepemimpinan yang ditujukan untuk memberi arti pada kerja
dan usaha yang perlu dilakukan bersama-sama oleh para anggota organisasi dengan
cara memberi arahan dan makna pada kerja dan usaha yang dilakukan berdasarkan
visi yang jelas (Diana Kartanegara, 2003).
Visi dapat
diartikan sebagai segala sesuatu yang ingin dicapai secara ideal dari seluruh
aktivitas. Visi juga dapat diartikan sebagai gambaran mental tentang sesuatu
yang ingin dicapai di masa depan.
Model
kepemimpinan transformasional merupakan model yang relatif baru dalam
studi-studi kepemimpinan. Burns (1978) merupakan salah satu penggagas yang
secara eksplisit mendefinisikan kepemimpinan transformasional.
Burns
menyatakan bahwa model kepemimpinan transformasional pada hakekatnya menekankan
seorang pemimpin perlu memotivasi para bawahannya untuk melakukan tanggungjawab
mereka lebih dari yang mereka harapkan. Pemimpin transformasional harus mampu
mendefinisikan, mengkomunikasikan dan mengartikulasikan visi organisasi, dan
bawahan harus menerima dan mengakui kredibilitas pemimpinnya.Hater dan Bass
(1988) menyatakan bahwa "the dynamic of transformational leadership
involve strong personal identification with the leader, joining in a shared
vision of the future, or going beyond the self-interest exchange of rewards for
compliance". Dengan demikian, pemimpin transformasional merupakan pemimpin
yang karismatik dan mempunyai peran sentral dan strategis dalam membawa
organisasi mencapai tujuannya. Pemimpin transformasional juga harus mempunyai
kemampuan untuk menyamakan visi masa depan dengan bawahannya, serta
mempertinggi kebutuhan bawahan pada tingkat yang lebih tinggi dari pada apa
yang mereka butuhkan. Menurut Yammarino dan Bass (1990), pemimpin
transformasional harus mampu membujuk para bawahannya melakukan tugas-tugas
mereka melebihi keinginan mereka sendiri demi kepentingan organisasi yang lebih
besar.
Yammarino dan
Bass (1990) juga menyatakan bahwa pemimpin transformasional mengartikulasikan
visi masa depan organisasi yang realistik, menstimulasi bawahan dengan cara
yang intelektual, dan menaruh parhatian pada perbedaan-perbedaan yang dimiliki
oleh bawahannya. Dengan demikian, seperti yang diungkapkan oleh Tichy and
Devanna (1990), keberadaan para pemimpin transformasional mempunyai efek
transformasi baik pada tingkat organisasi maupun pada tingkat individu.
Dari uraian di
atas penulis memandang bahwa kepemimpinan yang visioner dan
transformasional merupakan kepemimpinan yang mampu mengembangkan intuisi,
imajinasi dan kretaifitasnya untuk mengembangkan organisasinya. Dia memiliki
kemampuan untuk memimpin menjalankan misi organisasinya melalui serangkaian
kebijakan dan tindakan yang progressif menapaki tahapan-tahapan pencapaian
tujuannya, adaptif terhadap segala perubaahan dan tantangan yang dihadapi, serta
efisien dan efektif dalam pengelolaan segala sumber daya yang dimilikinya.
2.1.2 Prinsip – Prinsip Kepemimpinan Visioner
Dalam konsep Manajemen, Shoji
Shiba dan David Walden (dalam Kapur, 2007) telah menetapkan delapan prinsip
kepemimpinan visioner sebagai berikut
1. Pemimpin visioner harus melakukan
pengamatan di lapangan yang mengarah ke persepsi pribadi dari perubahan nilai
sosial dari sudut orang luar pandang.
2. Meskipun ada resistensi, tidak
pernah menyerah, menekan perlawanan antara luar-dalam tekanan dalam kombinasi
dengan top-down di dalam instruksi.
3. Transformasi dimulai dengan
gangguan simbolis dari sistem lama atau tradisional melalui top-down upaya
untuk menciptakan kekacauan dalam organisasi.
4. Arah transformasi digambarkan
ditujukan oleh gambar terlihat simbolik dan perilaku simbolik pemimpin visioner
itu.
5. cepat membangun sistem fisik,
organisasi dan perilaku baru adalah penting untuk transformasi sukses.
6. Pemimpin Perubahan nyata yang
diperlukan untuk memungkinkan transformasi.
7. Membuat sistem yang inovatif
untuk memberikan umpan balik dari hasil.
8. Membuat sistem operasi
sehari-hari, termasuk struktur kerja baru, pendekatan baru untuk kemampuan
manusia dan kegiatan perbaikan.
2.1.3 Faktor – faktor yang Mempengaruhi
Kepemimpinan Visioner
Keberhasilan
atau kegagalan dari hasil kepemimpinan seseorang dapat diukur atau ditandai
oleh empat hal, yaitu : moril, disiplin, jiwa korsa (esprit de corps), dan
kecakapan.
1.
Moril : moril adalah keadaan jiwa dan emosi seseorang yang
mempengaruhi kemauan untuk melaksanakan tugas dan akan mempengaruhi hasil
pelaksanaan tugas perorangan maupun organisasi. Faktor-faktor yang mempengaruhi
moril adalah : 1). kepemimpinan atasan. 2). kepercayaan dan keyakinan akan
kebenaran. 3). penghargaan atas penyelesaian tugas. 4). solidaritas dan
kebanggaan organisasi. 5). pendidikan dan latihan. 6). kesejahteraan dan
rekreasi. 7). kesempatan untuk mengembangkan bakat. 8). struktur organisasi.
9). pengaruh dari luar.
2. Disiplin : disiplin adalah ketaatan
tanpa ragu-ragu dan tulus ikhlas terhadap perintah atau petunjuk atasan serta
peraturan yang berlaku. Disiplin yang terbaik adalah disiplin yang didasarkan
oleh disiplin pribadi. Cara-cara untuk memelihara dan meningkat disiplin : 1).
Menetapkan peraturan kedinasan secara jelas dan tegas. 2). Menentukan tingkat
dan ukuran kemampuan. 3). Bersikap loyal. 4). Menciptakan kegiatan atas dasar
persaingan yang sehat. 5). Menyelenggarakan komunikasi secara terbuka. 6).
Menghilangkan hal-hal yang dapat membuat bawahan tersinggung, kecewa dan
frustasi. 7). Menganalisa peraturan dan kebijaksanaan yang berlaku agar tetap
mutakhir dan menghapus yang sudah tidak sesuai lagi. 8). Melaksanakan reward
and punishment.
3. Jiwa korsa : jiwa korsa adalah loyalitas,
kebanggan dan antusiasme yang tertanam pada anggota termasuk pimpinannya
terhadap organisasinya. Dalam suatu organisasi yang mempunyai jiwa korsa yang
tinggi, rasa ketidakpuasan bawahan dapat dipadamkan oleh semangat organisasi.
Ciri jiwa korsa yang baik adalah : 1). Antusiasme dan rasa kebanggan segenap
anggota terhadap organisasinya. 2). Reputasi yang baik terhadap organisasi
lain. 3). Semangat persaingan secara sehat dan bermutu. 4). Adanya kemauan
anggota untuk berpartisipasi dalam setiap kegiatan. 5). Kesediaan anggota untuk
saling menolong.
4. Kecakapan : kecakapan adalah kepandaian
melaksanakan tugas dengan hasil yang baik dalam waktu yang singkat dengan
menggunakan tenaga dan sarana yang seefisien mungkin serta berlangsung dengan
tertib. Pengetahuan dan kecakapan yang dimiliki pimpinan dapat diperoleh dari
pendidikan, pelatihan, inisiatif dan pengembangan pribadi serta pengalaman
tugas.
2.1.4 Ciri – ciri Kepemimpinan Visioner
Kepemimpinan visioner memiliki
ciri-ciri yang menggambarkan segala sikap dan perilakunya yang menunjukkan
kepemimpinannya yang berorientasi kepada pencapaian visi, jauh memandang ke
depan dan terbiasa menghadapi segala tantangan dan resiko. Diantara ciri-ciri
utama kepemimpinan visioner adalah:
1. Berwawasan ke masa depan,
bertindak sebagai motivator, berorientasi pada the best performance untuk
pemberdayaan, kesanggupan untuk memberikan arahan konkrit yang sistematis.
2. Berani bertindak dalam meraih
tujuan, penuh percaya diri, tidak peragu dan selalu siap menghadapi resiko.
Pada saat yang bersamaan, pemimpin visioner juga menunjukkan perhitungan yang
cermat, teliti dan akurat. Memandang sumber daya, terutama sumberdaya manusia
sebagai asset yang sangat berharga dan memberikan perhatian dan perlindungan
yang baik terhadap mereka.
3. Mampu menggalang orang lain untuk
kerja keras dan kerjasama dalam menggapai tujuan, menjadi model (teladan) yang
secara konsisten menunjukkan nilai-nilai kepemimpinannya, memberikan umpan
balik positif, selalu menghargai kerja keras dan prestasi yang ditunjukkan oleh
siapun yang telah memberi kontribusi
4. Mampu merumuskan visi yang jelas,
inspirasional dan menggugah, mengelola ‘mimpi’ menjadi kenyataan, mengajak
orang lain untuk berubah, bergerak ke ‘new place’. Mampu memberi inspirasi,
memotivasi orang lain untuk bekerja lebih kreatif dan bekerja lebih keras untuk
mendapatkan situsi dan kondisi yang lebih baik.
5. Mampu mengubah visi ke dalam
aksi, menjelaskan dengan baik maksud visi kepada orang lain, dan secara pribadi
sangat commited terhadap visi tersebut.
6. Berpegang erat kepada
nilai-niliai spiritual yang diykininya. Memiliki integritas kepribadian yang
kuat, memancarkan energy, vitalitas dan kemauan yang membara untuk selalu
berdiri pada posisi yang segaris dengan nilai-nilai spiritual. Menjadi orang
yang terdepan dan pertama dalam menerapkan nilai-nilai luhur, sebagimana yang
diungkapkan oleh Mahatma Gandhi: “I must first be the change I want to see in
my world.
7. Membangun hubungan (relationship)
secara efektif, memberi penghargaan dan respek. Sangat peduli kepada orang lain
(bawahan), memandang orang lain sebagai asset berharga yang harus di
perhatikan, memperlakukan mereka dengan baik dan ‘hangat’ layaknya keluarga.
Sangat responsive terhadap segala kebutuhan orang lain dan membantu mereka
berkembang, mandiri dan membimbing menemukan jalan masa depan mereka
8. Innovative dan proaktif dalam
menemukan ‘dunia baru’. Membantu mengubah dari cara berfikir yang konvensional
(old mental maps) ke paradigma baru yang dinamis. Melaklukan
terobosan-terobosan berfikir yang kreatif dan produktif. (‘out-box thinking’).
Lebih bersikap atisipatif dalam mengayunkan langkah perubahan, ketimbang
sekedar reaktif terhadap kejadian-kejadian. Berupaya sedapat mungkin
menggunakan pendekatan ‘win-win’ ketimbang ‘win-lose’.
Adapun karekteristik pemimpin transformasional menurut Bass dan Avolio
(1994) mempunyai empat dimensi.
a. Dimensi idealized influence
(pengaruh ideal). Dimensi yang pertama ini digambarkan sebagai perilaku
pemimpin yang membuat para pengikutnya mengagumi, menghormati dan sekaligus
mempercayainya.
b. Dimensi inspirational motivation
(motivasi inspirasi). Dalam dimensi ini, pemimpin transformasional digambarkan
sebagai pemimpin yang mampu mengartikulasikan pengharapan yang jelas terhadap
prestasi bawahan, mendemonstrasikan komitmennya terhadap seluruh tujuan
organisasi, dan mampu menggugah spirit tim dalam organisasi melalui penumbuhan
antusiasme dan optimisme.
c. Dimensi intellectual stimulation
(stimulasi intelektual). Pemimpin transformasional harus mampu menumbuhkan
ide-ide baru, memberikan solusi yang kreatif terhadap permasalahan-permasalahan
yang dihadapi bawahan, dan memberikan motivasi kepada bawahan untuk mencari
pendekatan-pendekatan yang baru dalam melaksanakan tugas-tugas organisasi.
d. Dimensi individualized
consideration (konsiderasi individu). Dalam dimensi ini, pemimpin
transformasional digambarkan sebagai seorang pemimpin yang mau mendengarkan
dengan penuh perhatian masukan-masukan bawahan dan secara khusus mau
memperhatikan kebutuhan-kebutuhan bawahan akan pengembangan karir.
2.1.5 Strategi Kepemimpinan Visioner
Frank Martinelly (2007) menguraikan startegi bagaimana
seharusnya menjadi pemimpin yang visioner. Menurutnya ada 5 langkah yang
semstinya dilakukan:
1. Fokus kepada Tujuan Organisasi
Seluruh tindakan dan pengambilan keputusan harus di arahkan kepada semata-mata upaya pencapaian tujuan final dari organisasi. Hal ini dilakukan guna menghindari segala kecenderungan dan ‘godaan’ penyitaan energi dan pemborosan sumber daya kepada hal-hal kecil dan tidak prinsip yang mungkin timbul. Untuk menjaga agar semua rencana aksi focus kepada tujuan organisasi, memerlukan kekompakkan dan pemeliharaan hubungan antara pimpinan dan seluruh staff/karyawan.
2. Membuat Rencana Jangka Panjang
Permusan jangka panjang akan menuntun kepada langkah yang jelas sampai 5-10 tahun ke depan, siapa-siapa saja yang akan memimpin dan bertanggung jawab dalam pencapaian tujuan tersebut, kompetensi kepemimpinan yang bagaimana yang diperlukan, lalu bagimana disain pengembangan kepemimpinannya?. Untuk dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan ini perlu membentuk semacam komite yang ditugaskan untuk menyiapkan langkah-langkah strategis pencapaian tujuan jangka panjang, yang lingkup tugasnya antara lain: melakukan rekrutmen, seleksi, orientasi, pelatihan, performance assessment dan penetapan tugas dan tanggung jawab masing-masing.
3. Mengembangkan Visi bagi masa depan organisasi.
Kunci perumusan visi adalah menjawab pertanyaan: apabila kita menginginkan dan bermimpi akan seperti dan menjadi apa organisasi kita kelak di kemudian hari?. Begitu rumusan visi telah dibuat, maka seharusnya visi tersebut akan menjadi inspirasi bagi seluruh aktivitas organisasi, baik dalam rapat-rapat, dalam perbincangan, dalam menghadapi segala tantangan dan peluang, dalam arena kerja. Begitu visi telah dirumuskan, maka saat itu pula, visi disampaikan ke seluruh pihak terkait di dalam organisasi, bahkan ke ruang-ruang public di luar organisasi.
4. Selalu berada dalam kondisi siap dan dinamis untuk perubahan.
Selalu siap berubah dengan cepat akan terbantu dengan menyajikan informasi-informasi mutakhir tentang segala perubahan yang terjadi di luar organisasi yang berpotensi berdampak kepada organisasi 3-5 tahun ke depan. Dorong dan fasilitasi anggota orgasnisasi untuk membaca, mendengar dan mencari tahu segala hal yang terkait dengan kejadian-kejadian dan berita yang relevan dengan tuntutan perubahan. Kemudian setelah itu munculkan pertanyaan yang menantang: sejauhmana organisasi mampu secara efektif merespon perubahan dan kecenderungan-kecenderungan tersebut? Bagaimana pula organisasi lain yang sejenis menyiapkan diri mereka menghadapi perubahan-perubahan ini? Pertanyaan-pertanyaan iti seyogyanya akan dapat memicu dan memacu anggota organisasi untuk berfikir dan memposisikan diri mereka untuk siap berubah.
5. Selalu mengetahui perubahan kebutuhan konstituen/pelanggan
Keinginan dan kebutuhan pelanggan seringkali mengalami perubahan. Oleh karena itu, seharusnya organisasi menyediakan informasi-infromasi aktual yang terkait dengan hal ini. Survey kepuasan pelanggan, kontak langsung dengan pelanggan, mengefektifkan layanan ’customer care’, adalah beberapa cara yang dapat dilakukan agar orgnisasi selalu mengetahui harapan dan keinginan pelanggan yang baru. Dengan demikian organisasi akan selalu siap untuk melakukan perubahan dan perbaikan untuk menjaga kepuasan pelanggan.
Sementara itu, Robert Starrat (1995) menekankan pentingnya melakukan pelembagaan visi dengan cara selalu mengkaitkannya dala setiap pengambilan keputusan, perumusan kebijakan, penyusunan prosedur pelaksanaan program, langkah-langkah evaluasi. Bahkan menurutnya, sampai pada isi kurikulum (dalam lembaga pendidikan), penganggaran (budgeting) seharusnya juga mencantumkan visi dalam dokumen-dokumen yang terkaitnya. Menurutnya, kalau hal ini tidak dilakukan, visi yang telah dicanangkan secara perlahan akan kehilangan kredibilitasnya.
Di atas segalanya dari sekian banyak strategi, seorang pemimipin harus mampu menciptakan terlebih dahulu iklim dan budaya untuk suatu perubahan. Kepada seluruh pihak terkait, pemimpin harus terus dan sering, dengan antusias, menyuarakan pentingnya perubahan demi kebaikan,mendorong semangat kepada seluruh lini, mengungkapkan contoh-contoh kesuksesan, memberikan teladan dan tentu saja harus sering nampak bekerja keras bersama mereka. Pada sisi yang lain, perlu juga diperhatikan bahwa mengawal perubahan memerlukan kesabaran dan kemakluman akan berbagai hambatan materil ataupun non materil. Seringkali didapatkan berbagai kesalahan dan hambatan psikologis di awal-awal perubahan. Pada masa-masa transisi, pemimpin harus bersabar, mendampingi seluruh staff dengan bijaksana, mudah memberi bantuan dan arahan.
1. Fokus kepada Tujuan Organisasi
Seluruh tindakan dan pengambilan keputusan harus di arahkan kepada semata-mata upaya pencapaian tujuan final dari organisasi. Hal ini dilakukan guna menghindari segala kecenderungan dan ‘godaan’ penyitaan energi dan pemborosan sumber daya kepada hal-hal kecil dan tidak prinsip yang mungkin timbul. Untuk menjaga agar semua rencana aksi focus kepada tujuan organisasi, memerlukan kekompakkan dan pemeliharaan hubungan antara pimpinan dan seluruh staff/karyawan.
2. Membuat Rencana Jangka Panjang
Permusan jangka panjang akan menuntun kepada langkah yang jelas sampai 5-10 tahun ke depan, siapa-siapa saja yang akan memimpin dan bertanggung jawab dalam pencapaian tujuan tersebut, kompetensi kepemimpinan yang bagaimana yang diperlukan, lalu bagimana disain pengembangan kepemimpinannya?. Untuk dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan ini perlu membentuk semacam komite yang ditugaskan untuk menyiapkan langkah-langkah strategis pencapaian tujuan jangka panjang, yang lingkup tugasnya antara lain: melakukan rekrutmen, seleksi, orientasi, pelatihan, performance assessment dan penetapan tugas dan tanggung jawab masing-masing.
3. Mengembangkan Visi bagi masa depan organisasi.
Kunci perumusan visi adalah menjawab pertanyaan: apabila kita menginginkan dan bermimpi akan seperti dan menjadi apa organisasi kita kelak di kemudian hari?. Begitu rumusan visi telah dibuat, maka seharusnya visi tersebut akan menjadi inspirasi bagi seluruh aktivitas organisasi, baik dalam rapat-rapat, dalam perbincangan, dalam menghadapi segala tantangan dan peluang, dalam arena kerja. Begitu visi telah dirumuskan, maka saat itu pula, visi disampaikan ke seluruh pihak terkait di dalam organisasi, bahkan ke ruang-ruang public di luar organisasi.
4. Selalu berada dalam kondisi siap dan dinamis untuk perubahan.
Selalu siap berubah dengan cepat akan terbantu dengan menyajikan informasi-informasi mutakhir tentang segala perubahan yang terjadi di luar organisasi yang berpotensi berdampak kepada organisasi 3-5 tahun ke depan. Dorong dan fasilitasi anggota orgasnisasi untuk membaca, mendengar dan mencari tahu segala hal yang terkait dengan kejadian-kejadian dan berita yang relevan dengan tuntutan perubahan. Kemudian setelah itu munculkan pertanyaan yang menantang: sejauhmana organisasi mampu secara efektif merespon perubahan dan kecenderungan-kecenderungan tersebut? Bagaimana pula organisasi lain yang sejenis menyiapkan diri mereka menghadapi perubahan-perubahan ini? Pertanyaan-pertanyaan iti seyogyanya akan dapat memicu dan memacu anggota organisasi untuk berfikir dan memposisikan diri mereka untuk siap berubah.
5. Selalu mengetahui perubahan kebutuhan konstituen/pelanggan
Keinginan dan kebutuhan pelanggan seringkali mengalami perubahan. Oleh karena itu, seharusnya organisasi menyediakan informasi-infromasi aktual yang terkait dengan hal ini. Survey kepuasan pelanggan, kontak langsung dengan pelanggan, mengefektifkan layanan ’customer care’, adalah beberapa cara yang dapat dilakukan agar orgnisasi selalu mengetahui harapan dan keinginan pelanggan yang baru. Dengan demikian organisasi akan selalu siap untuk melakukan perubahan dan perbaikan untuk menjaga kepuasan pelanggan.
Sementara itu, Robert Starrat (1995) menekankan pentingnya melakukan pelembagaan visi dengan cara selalu mengkaitkannya dala setiap pengambilan keputusan, perumusan kebijakan, penyusunan prosedur pelaksanaan program, langkah-langkah evaluasi. Bahkan menurutnya, sampai pada isi kurikulum (dalam lembaga pendidikan), penganggaran (budgeting) seharusnya juga mencantumkan visi dalam dokumen-dokumen yang terkaitnya. Menurutnya, kalau hal ini tidak dilakukan, visi yang telah dicanangkan secara perlahan akan kehilangan kredibilitasnya.
Di atas segalanya dari sekian banyak strategi, seorang pemimipin harus mampu menciptakan terlebih dahulu iklim dan budaya untuk suatu perubahan. Kepada seluruh pihak terkait, pemimpin harus terus dan sering, dengan antusias, menyuarakan pentingnya perubahan demi kebaikan,mendorong semangat kepada seluruh lini, mengungkapkan contoh-contoh kesuksesan, memberikan teladan dan tentu saja harus sering nampak bekerja keras bersama mereka. Pada sisi yang lain, perlu juga diperhatikan bahwa mengawal perubahan memerlukan kesabaran dan kemakluman akan berbagai hambatan materil ataupun non materil. Seringkali didapatkan berbagai kesalahan dan hambatan psikologis di awal-awal perubahan. Pada masa-masa transisi, pemimpin harus bersabar, mendampingi seluruh staff dengan bijaksana, mudah memberi bantuan dan arahan.
2.2 KONSEP PENINGKATAN KOMPETENSI
2.2.1 Pengertian Peningkatan Kompetensi
Kompetensi Peserta Didiik menurut
definisi dari berbagai referensi, kompetensi adalah: (1) Kemampuan yang sesuai
dengan kebutuhan; Kemampuan atau kecakapan yang cukup/memadai; Keadaan cakap,
mampu, tangkas. (2) Properti atau sarana penopang yang memadai untuk melengkapi
kebutuhan dan kenyamanan hidup tanpa jumlah yang berlebih-lebihan (3) Dalam hukum:
kapasitas hukum, kualifikasi, kekuasaan, yurisdiksi, atau kesesuaian, seperti
kompetensi seorang saksi untuk bersaksi, kompetensi hakim untuk mengadili
sebuah kasus.
Istilah kompetensi dalam
pendidikan mulai populer di Indonesia seiring dengan munculnya Kurikulum
Berbasis Kompetensi (KBK) pada tahun 2004, yang disempurnakan menjadi Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) tahun 2006. Kurikulum Berbasis Kompetensi
lebih menekankan pada kompetensi peserta didik, atau kemampuan apa yang harus
dimiliki oleh siswa setelah melakukan proses pembelajaran tertentu.
Peserta didik dalam Undang-Undang
RI nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional adalah anggota
masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran
yang tersedia pada jalur, jenjang dan jenis pendidikan tertentu, dengan tujuan
meningkatkan kompetensi peserta didik.
Kompetensi peserta didik adalah
kemampuan yang harus dimiliki/dicapai peserta didik setelah mengikuti
pembelajaran. Kemampuan tersebut adalah perpaduan dari pengetahuan,
keterampilan, nilai, dan sikap yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan
bertindak. Seseorang yang telah memiliki kompetensi dalam bidang tertentu bukan
hanya mengetahui, tetapi juga dapat memahami dan menghayati bidang tersebut
yang tercermin dalam pola perilaku sehari-hari.
Kompetensi peserta didik pada
setiap tingkat dan/atau semester terdiri atas Standar Kompetensi (SK) dan
Kompetensi Dasar (KD). Secara detil, klasifikasi kompetensi peserta didik
mencakup:
a. Kompetensi Lulusan, yaitu kemampuan minimal yang
harus dicapai oleh peserta didik setelah tamat mengikuti pendidikan pada
jenjang atau satuan pendidikan tertentu. Misalnya, kompetensi lulusan SD/MI,
SMP/MTs, SMA/MA, dan SMK. Dilihat dari tujuan kurikulum, kompetensi lulusan
termasuk tujuan institusional.
b. Kompetensi Standar, yaitu kemampuan minimal yang
harus dicapai setelah anak didik menyelesaikan suatu mata pelajaran tertentu
pada setiap jenjang pendidikan yang diikutinya. Misalnya, kompetensi yang harus
dicapai oleh mata pelajaran IPA di SD, matematika di SD, dan lain sebagainya.
Dilihat dari tujuan kurikulum, kompetensi standar termasuk pada tujuan
kurikuler.
c. Kompetensi Dasar, yaitu kemampuan minimal yang
harus dicapai peserta didik dalam penguasaan konsep atau materi pelajaran yang
diberikan dalam kelas pada jenjang pendidikan tertentu. Dilihat dari tujuan
kurikulum, kompetensi termasuk pada tujuan pembelajaran.
Ketiga macam kompetensi peserta
didik tersebut, terkait erat satu sama lain. Kompetensi Dasar harus senantiasa
mengacu pada Kompetensi Standar (Standar Kompetensi), dan Kompetensi Standar
harus senantiasa mengacu pada Kompetensi Lulusan.
2.2.2 Prinsip – prinsip Peningkatan Kompetensi
Prinsip-prinsip Umum
Secara umum untuk meningkatan
kompetensi peserta didik yang harus dimiliki guru menggunakan prinsip-prinsip
sebagai berikut ini.
1.
Demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung
tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan
bangsa.
2.
Satu kesatuan yang sistemik dengan sistem terbuka dan multimakna.
3.
Suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan guru yang berlangsung sepanjang
hayat.
4.
Memberi keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan kreativitas guru
dalam proses pembelajaran.
5.
Memberdayakan semua komponen masyarakat melalui peran serta dalam
penyelenggaraan dan pengendalian mutu layanan pendidikan.
Prinsip-pinsip Khusus
Secara khusus program peningkatan
kompetensi peserta didik yang harus dimiliki guru diselenggarakan dengan
menggunakan prinsip-prinsip seperti berikut ini.
1. Ilmiah, keseluruhan materi dan
kegiatan yang menjadi muatan dalam kompetensi dan indikator harus benar dan
dapat dipertanggungjawabkan secara keilmuan.
2. Relevan, rumusannya berorientasi
pada tugas dan fungsi guru sebagai tenaga pendidik profesional yakni memiliki
kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional.
3. Sistematis, setiap komponen dalam
kompetensi jabatan guru berhubungan secara fungsional dalam mencapai
kompetensi.
4. Konsisten, adanya hubungan yang
ajeg dan taat asas antara kompetensi dan indikator.
5. Aktual dan kontekstual, yakni
rumusan kompetensi dan indikator dapat mengikuti perkembangan Ipteks.
6. Fleksibel, rumusan kompetensi dan
indikator dapat berubah sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan jaman.
7. Demokratis, setiap guru memiliki
hak dan peluang yang sama untuk diberdayakan melalui proses pembinaan dan
pengembangan profesionalitasnya, baik secara individual maupun institusional.
8. Obyektif, setiap guru dibina dan
dikembangkan profesi dan karirnya dengan mengacu kepada hasil penilaian yang
dilaksanakan berdasarkan indikator-indikator terukur dari kompetensi
profesinya.
9. Komprehensif, setiap guru dibina
dan dikembangkan profesi dan karirnya untuk mencapai kompetensi profesi dan
kinerja yang bermutu dalam memberikan layanan pendidikan dalam rangka membangun
generasi yang memiliki pengetahuan, kemampuan atau kompetensi, mampu menjadi
dirinya sendiri, dan bisa menjalani hidup bersama orang lain.
10. Memandirikan, setiap guru secara
terus menerus diberdayakan untuk mampu meningkatkan kompetensinya secara
berkesinambungan, sehingga memiliki kemandirian profesional dalam melaksanakan
tugas dan fungsi profesinya.
11. Profesional, pembinaan dan
pengembangan profesi dan karir guru dilaksanakan dengan mengedepankan nilai-nilai
profesionalitas.
12. Bertahap, dimana pembinaan dan
pengembangan profesi dan karir guru dilaksanakan berdasarkan tahapan waktu atau
tahapan kualitas kompetensi yang dimiliki oleh guru.
13. Berjenjang, pembinaan dan
pengembangan profesi dan karir guru dilaksanakan secara berjenjang berdasarkan
jenjang kompetensi atau tingkat kesulitan kompetensi yang ada pada standar
kompetensi.
14. Berkelanjutan, pembinaan dan
pengembangan profesi dan karir guru dilaksanakan sejalan dengan perkembangan
ilmu pentetahuan, teknologi dan seni, serta adanya kebutuhan penyegaran
kompetensi guru;
15. Akuntabel, pembinaan dan
pengembangan profesi dan karir guru dapat dipertanggungjawabkan secara
transparan kepada publik;
16. Efektif, pelaksanaan pembinaan
dan pengembangan profesi dan karir guru harus mampu memberikan informasi yang
bisa digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan yang tepat oleh pihak-pihak
yang terkait dengan profesi dan karir lebih lanjut dalam upaya peningkatan
kompetensi dan kinerja guru.
17. Efisien, pelaksanaan pembinaan
dan pengembangan profesi dan karir guru harus didasari atas pertimbangan
penggunaan sumberdaya seminimal mungkin untuk mendapatkan hasil yang
optimal.
2.2.3 Upaya Peningkatan Kompetensi
Peserta Didik
Menurut Skinner yang harus
dilakukan dalam rangka meningkatkan kemampuan siswa atau kompetensi siswa
adalah :
1. Membangun khazanah tingkah laku
verbal dan non verbal yang menunjukkan hasil belajar.
2. Menghasilkan dengan kemungkinan
yang besar, tingkah laku yang disebut minat, antusiasme dan motivasi
untuk belajar.
Sehingga dengan tugas seperti ini
pembelajaran itu berfungsi memperlancar pemerolehan pola-pola tingkah
laku verbal dan non verbal yang perlu dimiliki setiap siswa.
Menurut B. Weiner, dengan
teori atribusinya, satu sumbangan penting untuk pendidikan adalah berkenaan
dengan analisa terjadinya interaksi di kelas.
Hal yang penting diperhatikan
dalam interaksi di kelas dalam konteks proses pembelajaran serta dalam rangka
meningkatkan kemampuan atau kompetensi siswa ialah ciri siswa, ciri-ciri siswa yang
perlu dipertimbangkan ialah perbedaan perseorangan, kesiapan untuk belajar dan
motivasi :
1. Perbedaan
Perseorangan,
Dalam hal ini yang perlu
diperhatikan ialah tingkat perkembangan siswa dan tingkat rasa harga diri
siswa. Untuk mengimbangi adanya perbedaan perseorangan dalam proses
pembelajaran dianatarany dapat dilakukan pengajaran dengan kelompok kecil
(Cooperative Learning), tutorial, dan belajar mandiri serta belajar individual.
2. Kesiapan untuk belajar
Kesiapan seorang siswa dalam
kegiatan pembelajaran sangat mempengaruhi hasil pembelajaran yang bermanfaat
baginya.
Karena belajar sifatnya
kumulatif, kesiapan untuk belajar baru mengacu pada kapabilitas, dimana
kesiapan untuk belajar itu meliputi keterampilan-keterampilan yang rendah
kedudukannya dalam tata hirarki keterampilan intelktual.
3. Motivasi
ciri khas dari
teori-teori belajar ialah memperlakukan motivasi sebagai suatu konsep yang
dihubungkan dengan asas-asas untuk menimbulkan terjadinya belajar pada diri
siswa. Konsep ini memusatkan perhatian pada dilakukannya manipulasi lingkungan
yang bisa mendorong siswa seperti membangkitkan perhatian siswa, mempelajari
peranan peransang atau membuat agar bahan ajar menarik bagi siswa.
Ketiga hal diatas harus
diperhatikan yang dibarengi dengan penciptaan suasan kelas yang menyenangkan
sehingga tingkah laku, respon yang dikeluarkan oleh siswa menghasilkan suasan
pembelajarn yang nyaman dan menyenangkan akibat dari stimulus lingkungan yang
dimanipulasi tersebut.
Disamping ketiga hal diatas yang
perlu diperhatikan dalam kontek peningkatan kompetensi siswa, maka kurikulum
juga merupakan hal yang tidak terpisahkan dengan kompetensi siswa dalam
pembelajaran. Untuk mengimbangi peningkatan kemampuan siswa dalam kontek
tingkah laku, maka kurikulum juga perlu menjadi perhatian sehingga siswa
benar-benar memiliki kompetensi yang sangat memadai.